Sariawan
atau stomatitis adalah kondisi yang sangat tidak nyaman. Rasa nyeri, terbakar,
dan perih setiap kali makanan masuk ke mulut kita, kerap kali membuat nafsu
makan menjadi menurun, gangguan bicara, dan menelan. Orang bilang sariawan
disebabkan oleh kurangnya vitamin C. maka berbondong-bondong lah orang membeli
vitamin C di apotek setiap kali mengalami sariawan, atau membuat minuman jeruk
peras. Apakah benar kekurangan vitamin C adalah penyebab dari sariawan?
Sariawan
itu apa, sih?
Sariawan
atau stomatitis aphtosa adalah menyakit mukosa mulut yang paling sering
terjadi. Ciri-ciri sariawan adalah adanya ulkus/ luka yang nyeri, banyak dan
kecil, berbentuk bulat dengan batas tepi tegas, dasar luka berwarna putih kekuningan
atau abu-abu dan lingkaran merah. Orang yang menderita sariawan biasanya merasa
panas atau pedas di luka selama beberapa jam sampai hari. Sariawan ini bisa
terjadi di mukosa mulut, gusi, bibir, palatum, tonsil, maupun lidah.
Ada
3 jenis stomatitis yang sering terjadi: stomatisis minor (ukuran 3 mm-10 mm),
mayor (1 cm- 3 cm), dan herpetiform (bentuk iregular dan banyak). Yang paling
sering adalah stomatitis minor. Sariawan bisa berulang tergantung banyak
faktor.
Penyebab
sariawan
Penyebab
sariawan masih tidak jelas, bisa terjadi karena banyak faktor. Studi menyatakan
bisa disebabkan oleh modifikasi genetik dan sistem imun yang menurun. Studi
menunjukkan bahwa sariawan adalah penyakit yang di modifikasi oleh sel imun
(sel T).
Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya modifikasi sel imun terdiri dari:
1. faktor
genetik
2. infeksi
virus dan bakteri,
bakteri
tersering adalah Helicobacter pylori dan Streptococcus oralis. Sedangkan
virus yang sering menyebabkan sariawan adalah HSV, Varicella-zooster vrus, cytomegalovirus,
dan adenovirus. Herpangina/ hand food and mouth disease juga menjadi penyebab
sariawan karena virus.
3. alergi
makanan
dilaporkan
dalam sebuah sturi bahwa protein pada susu sapi bisa menigkatkan antibodi IgA,
IgG dan IgE di dalam darah.
4. kekuangan
vitamin dan mikro elemen
Kekurangan zat besi, vitamin B12 atau asam folat
menyebabkan terjadinya anemia, sehingga banyaknya darah yang membawa oksigen ke
mukosa mulut berkurang, sehingga terjadi atrofi mukosa mulut.
Zat besi ini berperan dalam fungsi normal epitel sel
mulut, dan vit B12 dan asam folat berperan dalam pembentukan DNA dan sel. Kekurangan
vitamin B12 juga menyebabkan penurunan barier epitel mulut.
Zinc berfungsi sebagai pembentukan protein dan kolagen
yang berperan dalam penyembuhan luka. Selenium berkaitan dengan penurunan
peroksidasi lipid dan menunrunkan komplikasi infeksi, serta mempercepat
penyembuhan luka.
Banyak yang beranggapan sariawan muncul karena
kekurangan vitamin C. padahal justru kelebihan vitamin C bisa menyebabkan
sariawan. Hal ini karena mulut tidak dapat merespon dengan baik kelebihan asam
yang dikonsumsi. Sebuah studi menunjukkan beberapa makanan seperti tomat,
jeruk, lemon dan nanas bisa menyebabkan kaskade proinflamasi yang menyebabkan
timbulnya stomatitis. Namun, konsumsi vitamin C yang tidak berlebih bisa
mengurangi level nyeri pada sariawan.
Penyebab sariawan justru dipicu oleh kekurangan
vitamin B12, vit D, asam folat, ferritin dan hemoglobin. Kekurangan zat ini
menyebabkan keratin berproliferasi dan terjadi gangguan imun.
5. penyakit
sistemik
Orang
dengan imun tubuh yang rendah seperti diabetes melitus, HIV, cancer, Behcet’s
disease, inflamatory bowel disease, celiac disease, dll memiliki kecenderungan
terjadi sariawan karea sistem imun tubuhnya yang rendah. Penyakt sistemik ini
menyebabkan kekurangan nutrient karena malabsorbsi nutrien.
6. gangguan
hormon,
dapat
terjadi pada wanita menjelang menstruasi, atau menjelang menopause, pengguna
alat kontrasepsi hormonal, dan kondisi hamil.
7. trauma
mekanik,
8. stress.
Stres
menyebabkan disfungsi imun yang menjadi triger terjadinya episode sariawan.
Sariawan
tidak disebabkan oleh karena makan gorengan, makanan berfermentasi, makanan
peda atau pun telur,
Terapi
sariawan:
Sariawan
biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan dalam 7-14 hari tergantung imun tubuh.
Meskipun lukanya kecil namun bisa membesar. Sariawan yang besar, membutuhkan
waktu lebih lama untuk sembuh (2-6 minggu) dan biasanya menimbulkan bekas. Namun
pada stomatitis yang berukuran besar pemberian obat topikal mungkin diperlukan.
Konsultasikan dengan dokter Anda untuk pengobatan sariawan yang tepat.
Tips
terhindar dari sariawan:
1. Jaga
kebersihan mulut dan gigi. Sikat gigi minimal 2 kali sehari (jika memungkinkan
setiap setelah makan). Selain mencegah bau mulut, kebersihan mulut juga
mencegah sariawan. Kebersihan mulut yang kurang dapat menyebabkan kuman, dan
bakteri mudah bersarang.
2. Terapkan
gaya hidup sehat, cukup nutrisi, olahraga dan istirahat bisa menunrunkan
kejadian stomatisis
3. Jika
penderita juga mengalami peyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit
hati dan ginjal, celiac disease maka konsultasikan terlebih dahulu
dengan dokter Anda.
4. Terapi
stomatitis bersifat secara individual, tidak bisa disamaratakan. Tujuan terapi
adalah mengurangi gejala, menurunkan banyaknya dan ukuran sariawan.
5. Jika
sariawan berulang maka perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari
penyebabnya.
6. Pemberian
suplemen besi, zinc, vit B1, B2, B6, dan B12 bisa mempercepat penyembuhan.
7. Perbanyak
minum air putih. Kurang air putih akan membuat mulut menjadi kering dan
dehidrasi.
Nah,
setelah tahu fakta yang terjadi dibalik sariawan, semoga kita semakin bijak ya,
dalam menyikapi permasalahan kesehatan.
referensi
Chun-Pin
Chiang, Julia Yu-Fong Chang, Yi-Ping Wang, Yu-Hsueh Wu, Yang-Che Wu, Andy Sun.
Recurrent aphthous stomatitis – Etiology, serum autoantibodies, anemia,
hematinic deficiencies, and management. Journal of the Formosan Medical
Association, Volume 118, Issue 9. 2019. https://doi.org/10.1016/j.jfma.2018.10.023.
Natalie
Rose Edgar, Dahlia Saleh, Richard A. Miller. Recurrent Aphthous Stomatitis: A
Review. J Clin Aesthet Dermatol. 2017 Mar; 10(3): 26–36. Published online 2017
Mar 1.
Xu K, Zhou C, Huang F, et al. Relationship
between dietary factors and recurrent aphthous stomatitis in China: a
cross-sectional study. Journal of International Medical Research. May 2021. doi:10.1177/03000605211017724
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar.