Dewasa
ini, banyak orang mengaitkan kebodohan dengan konsumsi MSG atau micin. Mereka
bahkan membuat istilah “Generasi Micin” untuk menggambarkan generasi bodoh yang
terlalu banyak konsumsi micin. Penggunaan
MSG sebagai bahan tambahan pangan (BTP) memang masih menjadi pro dan kontra. Namun
benar kah, MSG atau micin menyebabkan kebodohan?
MSG
(monosodium glutamate) atau micin adalah bumbu penyedap yang sudah sejak
lama digunakan di dapur-dapur rumah tangga. Molekul ini diidentifikasi beberapa
ratus tahun yang lalu sebagai rasa dasar kelima yaitu gurih (umami). MSG meningkatkan
intensitas keempat rasa dasar yaitu rasa manis, asam, asin, dan pahit. Asam L-glutamat
pada MSG merupakan komponen utama dari sebagian besar makanan yang
mengandung asam amino alami seperti daging, ikan, keju cheddar dan sayur
(tomat, jamur, kentang, kol, brokoli). Sekitar
20% berat tubuh kita adalah protein dan glutamat dan paling banyak terdapat di
otak dan otot.
Rasa
umami pada MSG ini pertama kali dianggap sebagai rasa yang dominan di Asia dan
kemudian di budaya Barat. Faktanya MSG memang terasa lebih enak. Konsumsi MSG akan
meningkatkan sekresi air liur. Itulah mengapa makanan cenderung dinilai tubuh
sebagai makanan yang membuat air liur menetes. Namun, tidak semua jenis makanan
bisa ditambah rasa umami ini, seperti pada makanan manis maupun makanan
berbumbu tajam (rendang misalnya).
Batas
Aman Konsumsi MSG
MSG
termasuk dalam BTP aditif. Meskipun demikian MSG telah mendapatkan ijin edar di
Indonesia melalui Permenkes No. 033 tahun 2012 tentang makanan aditif. Artinya,
MSG cukup aman dikonsumsi. Dari segi legislasi, Food Drug Administration
(FDA) mengkategorikan MSG sebagai bahan tambahan pangan dengan kategori GRASS (Generally
Recognized as Safe) pada tahun 1958 bersama dengan garam, cuka, dan baking
powder. Bisa dikatakan, MSG sama
tingkat keamanannya dengan garam, cuka, ataupun baking powder.
Asupan
harian yang dapat diterima (Acceptable Daily Intake- ADI) adalah jumlah
maksimam BTP dalam mg/kgbb yang dapat dikonsumsi setiap hari selama hidup tanpa
menimbulkan efek merugikan pada kesehatan. Komite dunia yang mengurusi masalah
makanan aditif (JECFA) menyatakan bahwa ADI pada glutamat, baik dalam bentuk
asam ataupun garam (MSG), adalah not specified (artinya, tidak ada
batasan khusus dalam konsumsi MSG, kita dapat menggunakan secukupnya).
Meskipun
demikian, Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) merekomendasikan
konsumsi MSG dalam sehari tidak melebihi 10 mg/kgBB atau 0,1 gram.KgBB. jika
berat seseorang 60 kg, maka ia hanya bileh mengonsumsi MSG 6gram atau setara
setengah sendok teh dalan sehari.
Apakah
konsumsi MSG membuat kita bodoh?
Sodium
maupun glutamat secara umum tidak membahayakan bagi tubuh, apalagi menyebabkan
kebodohan. Berbagai studi membuktikan bahwa konsumsi MSG hingga 3 gram per hari
tidak menimbulkan efek samping yang bermakna bagi kesehatan. Selain itu juga
tidak terbukti menyebabkan penurunan tingkat intelegensi.
Penelitian
membuktikan kerusakan otak akibat MSG memiliki beberapa kelemahan, diantaranya
yaitu menggunakan subjek tikus atau primata (selain manusia) dengan dosis
tinggi yang tidak mungkin terjadi pada manusia, dan diberikan dengan cara
suntikan, bukan dikonsumsi dari makanan.
MSG
aman untuk semua tahap siklus hidup. Tidak ada perubahan fungsi sistem saraf
atau konsentrasi darah yang ditemukan. Tubuh manusia tidak membedakan antara
glutamat alami dalam makanan dengan glutamat tambahan. MSG yang ditambahkan
jauh lebih rendah daripada asupan glutamat makanan harian dari sumber alami.
Dengan demikian, sulit untuk mengaitkan peran MSG yang dikonsumsi harian dengan
kerusasakan otak.
Sejauh
ini belum ada penelitian yang membuktikan bahwa MSG berbahaya terhadap otak. Dan
berbagai badan kesehatan seluruh dunia sepakat bahwa MSG aman dikonsumsi selama
tidak berlebihan.
Simpulan
Konsumsi
MSG tidak membuat orang menjadi bodoh. Meskipun demikian, MSG juga tidak
memberikan manfaat tertentu bagi kesehatan. MSG hanya berfungsi untuk menambah
cita rasa makanan, sehingga membantu meningkatkan selera makan.
Referensi:
Zanfirescu
A, Ungurianu A, Tsatsakis AM, et al. A review of the alleged health hazards of
monosodium glutamate [published correction appears in Compr Rev Food Sci Food
Saf. 2020 Jul;19(4):2330]. Compr Rev Food Sci Food Saf. 2019;18(4):1111-1134.
doi:10.1111/1541-4337.12448
Balai
POM. 2021. Penggunaan MSG dalam makanan. diakses tanggal 25 Juni 2022 dari https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/22029/Penggunaan-SG-dalam-Makanan.html
Walker
R, Lupien JR. The safety evaluation of monosodium glutamate. J Nutr. 2000
Apr;130(4S Suppl):1049S-52S. doi: 10.1093/jn/130.4.1049S. PMID: 10736380.
Nutrifood
Research Center. 2014. Buka Fakta! 101 Mitos Kesehatan. PT Gramedia Pustaka
Utama.