Sore tadi saya dan suami iseng jalan kaki ke Indomaret untuk membeli mie instan. Di tengah jalan ada kang bakso yang lagi ngejualin bakso kelilingnya. Dari aromanya memang tidak sesedap itu, tapi suami tetiba ngajak jajan bakso.
“Kalau pulang dari Indomaret kang baksonya masih ada, berarti
masih rezeki kita dan rezeki kang bakso, ya!”
Aku hanya mengiyakan.
Di Indomaret kami berbelanja cukup lama, karena banyak barang
yang diskon dan memang sedang butuh (FYI tadi aku beli lada bubuk merek Koepoe
yang biasanya 37 ribuan, tadi hanya 21 ribu dapat dua! Alias 11 reboan. Yey!).
setelah dari IRT memang sereceh itu bahagianya. Yang biasa apa-apa ada di
rumah, setelah berumah tangga segalanya harus diatur sendiri, menggunakan uang
sendiri.
Back to topic.
Akhirnya setelah selesai berbelanja, kami pun pulang. Kang baksonya
sudah tidak ada di tempat semula. Dia sudah sampai di Cluster tempat tinggal
kami.
“Di panggil aja, Beb, kalau kamu emang mau beli bakso,”
“Enggak, ah. Sesuai dengan komitmen awal, kalo masih ketemu
lagi baru beli,” jawabnya tenang, “tenang saja, semua rezeki kita itu sudah dicatat
di Lauhul Mahfudz. Tidak akan tertukar. Jika masih rejeki pasti ketemu”
Dan benar saja, kang bakso itu justru berhenti di depan perumahan
kami.
Satu hal yang aku jadi teringat yaitu tentang konsep rezeki. Rezeki
kita sungguh tidak akan pernah tertukar pada siapa pun. Maka benarlah apa yang
dikatakan Umar bin Khattab:
"Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang
melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan
untukku tidak akan pernah melewatkanku. ( Umar bin Khattab radhiyallahu anhu)
Sepatutnya kita meniru beliau. Oh, kita kadang memang paham,
tapi dalam pelaksanaannya terkadang kita masih saja menngkhawatirkan rejeki
kita. Takut diambil orang lain lah, takut rejeki dipatok ayam lah. Bisa jadi
memang rejekinya seolah diambil orang lain oleh karena kita sendiri tidak
mengambil sebab dalam memperoleh rejeki.
To the point, dalam masalah rejeki ini, jika kita mengetahui
konsepnya sebagaimana yang dituturkan oleh Umar bin Khattab radiyallahu anhu,
maka hati kita tidak lagi merasa was-was. Ketika satu pintu rejeki tertutup,
maka percayalah ada pintu rejeki yang lain yang akan terbuka untuk kita, selama
kita tidak menyerah dalam mengambil sebab dan merasa legowo dengan hal yang
bukan menjadi rejeki kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar.