Selasa, 17 Mei 2022

Resensi: The Leader Who Had No Tittle

Setelah postingan sebelumnya mengenai alasan saya membaca buku The Leader Who Had No Tittle, maka pada postingan kali ini saya akan membuat resensi full bukunya. Let it go!

 

Informasi Buku

Judul: The Leader Who Had no Tittle

Penulis: Robin Sharma

Penerbit: Bentang

Tahun terbit: Januari 2019 (yang saya baca cetakan ke-3 Juli 2019)

Halaman: xii + 264 halaman

Harga Buku: 70-80K (di market place). Saya beli tahun 2019, saat ada event Out of the boox (OOTB) di Solo, dengan harga 35K.

 

Isi buku

Buku yang unik namun tidak terlalu unik, begitu pertama kali yang saya pikirkan saat membacanya. Buku ini ditulis oleh seorang public figure yang memang ekspert di bidang kepemimpinan, Robin Sharma. Pengalaman Robin Sharma selama 15 tahun sebagai konsultan perusahaan besar tertuang dalam buku ini. NASA, Microsoft, Nike, Unilever, General Electric, FedEx, HP, Starbucks, Oracle, Yale University, PwC, IBM Watson, dan Young Presidents’ Organization adalah klien yang pernah dimentori oleh Robin Sharma.

Berbeda dengan buku self development lain, buku ini disampaikan melalui suatu kisah fiktif yang diselipkan nilai-nilai kepemimpinan ala Robin. Blake Davis sang pemeran utama di buku ini, merasa dirinya tidak bergairah dalam bekerja. Hidupnya berputar pada berangkat kerja, menjaga toko buku, kemudian pulang. Bekerja baginya hanyalah sebuah kewajiban untuk membayar tagihan. Sampai suatu ketika dia bertemu dengan Tommy Flinn, seorang kakek berusia 77 tahun yang berkali-kali menyandang gelar employee of the year. Namun anehnya Tommy tidak pernah mau dipromosikan jabatannya. Setelah pertemuan dengan Tommy, mulai lah petuangan Blake dalam “Memimpin tanpa Jabatan” dengan empat mentornya.

Ada empat mentor yang ditemui oleh Blake dan Tommy. Kebanyakan dari mereka justru hanya “orang biasa”. Mereka tidak memiliki jabatan mentereng dari suatu perusahaan/organisasi. Sebutlah Anna, salah satu mentor yang diceritakannya. Dia hanya lah seorang asisten rumah tangga di sebuah hotel. Pekerjaan yang mungkin dipandang sebelah mata oleh kebanyakan orang. Namun, Anna berbeda dari ART kebanyakan. Dia ART terbaik, terutama, dan satu-satunya. Setiap kali ada acara penting di hotel tersebut, pemilik hotel sendiri langsung meminta Anna untuk menyiapkan semuanya. Bahkan jika ada tamu penting di kota itu, Anna lah yang dipanggil. Dia menjadi ART favorit bagi setiap orang. Dia berkali-kali ditawari naik jabatan, namun ditolaknya. Apa rahasianya? Simply Anna bertanggung jawab penuh atas profesi yang diembannya. Dia melakukan pekerjaan mengurus rumah tangga dengan kinerja yang prima. Dia adalah asisten rumah tangga yang autentik (jujur pda diri sendiri), konsisten, dan konkruen. Maka tak heran, meskipun status sosialnya tidak mentereng, namun dia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri.

Oscar Wilde pernah berkata, “Jadilah dirimu sendiri, karena orang lain sudah ada yang punya.”

Selain Anna, ada tiga orang lagi yang mengajarkan menjadi pemimpin tanpa jabatan kepada Blake.

Ada banyak sekali insight yang bisa diambil saat membaca buku ini. Robin dengan gamblang menjelaskan bagaimana cara kita memimpin diri kita sendiri. Cara penyampaian melalui kisah fiksi ini menjadikan buku ini mengalir dengan value yang ingin disampaikan penulis tanpa ada kesan menggurui. Yang saya suka dari buku ini, ada rangkuman tiap bab yang bisa kita ambil poin-poinnya.

Setelah membaca buku ini saya pun menyadari, ternyata untuk menjadi pemimpin tanpa jabatan itu sesimpel memperbaiki akhlak dan kebiasaan kita. Visioner terhadap apa yang kita tuju. Bagaimana attitude kita memengaruhi kualitas kerja kita.

Ada beberapa poin menjadi pemimpin yang saya tangkap dari buku ini:

  1. Bangun pagi. Bangun 1 jam lebih awal artinya kau memiliki 1 jam lebih sehariinya, 7 jam lebih seminggunya, dan 30 jam lebih sebulannya. Gunakan waktu untuk menyusun rencana, memperbaiki visi, mengembangkan proyek terbaik. Teori ini tentu sudah sering kita dengar.
  2. Jadikan hari esok lebih baik dari hari ini. Dan hari ini lebih baik dari hari kemarin. Ubah mindset menjadi PUST: pertama, utama, satu-satunya dan yang terbaik. Namun menurut saya ada satu lagi yang perlu mengiringi istilah PUTS ini. Yaitu, menyiapkan hati yang lapang setinggi harapan menjadi yang terbaik. Jaga-jaga jika hasil yang didapat tidak sesuai dengan harapan. Namun, sebaiknya orientasi kita bukan tentang hasil, namun tentang proses usaha itu sendiri.
  3. Jika ada ide, langsung dikerjakan. Sekali ditunda, maka ide itu akan hilang. Jangan menjadi prokrastinator!
  4.  Merenungkan kematian: membuat kita menyadari apa yang paling penting dalam hidup.

Kekurangan dari buku ini menurutku sih karena sad ending aja. Alur cerita, bahasa yang digunakan sudah bagus dan mudah dipahami.

 

Sebagai muslim, apakah buku ini recomended untuk dibaca?

Lho... kenapa harus ada istilah sebagai muslim? Jelas, dong, karena saya muslim, dan sebisa mungkin membaca buku ini juga bermanfaat untuk tujuan hidup saya sebagai muslim. Hehe...

Menurut saya buku ini recomended. Sebenarnya, sebagai muslim , kita tahu bahwa semua ilmu yang disampaikan dalam buku ini terangkum dalam sosok pribadi uswatun khasanah kita, Rasulullah shalallahu a’alai wassalam.

Ah masa?

Indeed, bestie!

Contoh aja nih, Rasulullah mengajarkan kita untuk memulai hari lebih awal. Kita bisa menggunakan waktu sebelum subuh untuk beribadah pada Allah. Bahkan di dalam Alquran disebutkan bahwa membaca Alquran sebelum fajar itu lebih mengena.

Rasulullah juga mengajarkan kita untuk menjadi sebaik-baik manusia, yaitu manusia yang bermanfaat untuk manusia lain. Di jelaskan di buku ini, bagaimana kita sebagai pemimpin tanpa jabatan disarankan untuk tolong menolong, tidak ghibah, tidak berprasangka buruk, berhati ceria, banyak membantu orang lain, bertanggung jawab, jujur, tidak ingkar janji, dll. Saat membaca buku ini, pribadi Rasulullah tergambar jelas disetiap kriteria yang disebutkan oleh empat mentor.

Rasulullah juga mengingatkan kita untuk sering mengingat pemutus kelezatan, yakni maut/kematian. Sering menghisab diri. Memperbaiki diri setiap waktu, menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Teori yang Robin Sharma ajarkan ternyata sudah dilakukan oleh Rasulullah 1,4 abad yang lalu. Namun, Rasulullah dimentorin oleh Allah Rabb Alam Semesta langsung. Jika Anda ingin menjadi pemimpin tanpa jabatan, maka lihatlah akhlak dan pribadi Rasulullah. Maka di sana akan tergambar jelas sosok pribadi muslim yang ideal.

Bagi saya pribadi buku rate buku ini 8.5/10. Keren!

Jika Anda sudah membaca buku ini, yuk komen di bawah, insight apa yang Anda dapatkan. Selamat membaca!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar.

Tips Membuat Infografis dengan Canva

Hallo teman-teman… Apa kabarnya nih? Semoga sehat selalu ya… nah, teman-teman di sini adakah yang suka mendesain? Jaman now , desain itu tid...