Bismillah
Kemarin, saat sedang mendengarkan live instagram Rumah Keluarga Risman, dalam acara Anda Bertanya Elly Risman menjawab, seorang kakak kelas saya bertanya tentang pertimbangannya mengambil pendidikan spesialis dengan keadaan anaknya masih berusia 4 tahun dan kemungkinan akan hidup long distance marriage.
Sesungguhnya hal ini sangat relate dengan diriku sendiri. Di satu sisi, meskipun aku belum menikah, menjadi istri dan ibu adalah prioritas nomer dua setelah Allah dan ittiba Rasulullah. Namun di sisi lain, ada ego diri yang masih menggebu. Ambisi diri untuk melanjutkan sekolah ke jenjang spesialis dengan dalih setelah berstatus spesialis beban kerja post masa pendidikan mungkin lebih ringan. Tapi ada harga yang harus dibayarkan. Harga berupa materiil dan imateriil.
Bu Elly tidak dapat menjawabnya. Beliau menyarankan tetap untuk istikharoh dan mempertimbangkan tentang prioritas. Biar bagaimana pun anak di usia empat tahun, ia sedang semangat bereksplorasi, rasa ingin tahunya sangat besar. Akan ada masa yang terlewat dalam membersamai anak, tentunya. Belum lagi kebutuhan suami dan istri. Yang mana, prioritas setelah menikah adalah suaminya, dan jika menempuh pendidikan spesialis mungkin prioritas ini akan bergeser.
Tentang prioritas ini. Kadang kita dibuat silau pada janji-janji dunia, sehingga kita lupa akan apa yang sebenarnya mudah kita lakukan dan bernilai lebih besar. Pernah suafu ketika sahabatku menasihatiku: apa yang kamu cari? Bukankan jika wanita diam di rumahnya, berbakti pada suaminya, melaksanan sholat dan puasa wajib, menjaga diri dan kehormatannya, maka ia dipersilakan masuk surga dari pintu mana saja. Lalu apa yang kau cari di luar rumahmu? Apakah harta? Jika suami mu mampu menafkahimu, lalu untuk apa gelimang harta di luar pagar rumahmu jika itu membuatmu justru bias prioritas?
Benar memang.
Setelah menikah bukan hanya tentang aku lagi. Ada turunan lain yang harus dipikirkan. Ya suami lah, anak lah. Kaidahnya tetap yang wajib mendahului yang sunnah.
Tapi sebenarnya bisa disiasati. Mungkin akan ada second choice yang bisa menjadi win-win solution. Karena berkarir sebagai ibu rumah tangga memang sangat mulia, yang menggaji Allah langsung, namun, jika bisa berkarir sembari mengerjakan apa yang menjadi passion kita, why not do it right?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar.