Bismillah
Saat itu di grup diskusi illustrator nubi, ada yang membahas tentang jenis-jenis kartun di masa dulu yabg ternyata sangat tidak direkomendasikan untuk dibaca mau pun ditonton. Banyak yang berdalih karena di dalamnya ada untuk pornografi yang seharusnya tidak boleh anak-anak melihatnya. Atau pun di dalam nya mengandung unsur penyimpangan seksual semacam LGBT (lesbian, gay, bisexual, transgender).
Jaman dulu rasanya untuk mendapatkan akses membaca itu adalah suatu yang mahal dibuatnya. Komik-komik, dan buku-buku bagus tidak semudah sekarang mendapatkannya. Namun, yang terjadi di jamannya generasi Z ini rasanya kita perlu membenahi diri, menyiapkan anak keturunan kita untuk lebih siap menghadapinya. Bukan saja tentang isu seksualitas, tapi juga isu yang lain.
Mengerikan rasanya membayangkan di jaman sekarang ini akses internet jor-jor an. Dulu rasanya kalau di iklan teve ada yang berpakaian lekton (kelek katon/ sleeveless) udah kena sensor oleh LSF (Lembaga Sensor Film). Tapi dijaman sekarang rasa-rasanya berpakaian minim sudah jamak di teve. Sudah menjadi tayangan iklan sehari-hari. Bahkan di handphone bisa ditemui di mana saja, di iklan game, di iklan aplikasi. Pling banter yang disensor adalah belahan dada. Astaghfirullah.
Apakah mata kita jadi terbiasa melihat dosa?
Tak heran, maraknya pelecehan seksual terjadi di negeri ini. Zina rasanya sekarang sudah mulai terang-terangan. Arus dari barat yang sangat kencang tidak sebanding dengan usaha bendungan yang dilakukab masyarakat negeri +62. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh M. Roqib tahun 2008 tentang Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini yang diterbitkan di Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan, menyebutkan bahwa 97% gadis di Yogyakarta sudah tidak lagi perawan. Kasarannya dari 11 anak gadis 10 nya telah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Naudzubillahi min dzalik.
Sungguh jika memikirkan hal ini, rasanya sangat sedih. Bagaimana nasib anak-anak muda generasi selanjutnya?
Sayangnya, pornografi yang begitu marak, pelecehan yang nampak sudah dianggap biasa, masih juga membuat orangtua merasa membicarakan edukasi seksual ke anak adalah suatu hal yang tabu. Mereka membiarkan anak-anak mereka bertanya-tanya tentang seksualitas, dan membiarkan mereka mencari tahu sendiri di dunia luar, pada internet, pada teman-temannya, yang belum tentu berita tersebut valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Padahal ini adalah kesempatan emas untuk mendampingi anak menuju masa akil baligh nya sehingga ketika tiba saatnya, ia akan siap mengemban amanah.
Ada satu statemen bu Elly Risman (psikolog senior yang concern tentang psikologi keluarga) tentang orangtua yang tidak mengajari anaknya mandi junub setelah haid/mimpi basah. "Jika bukan orangtuanya yang mengajarinya jangan sampai anak-anak anda junub terus sepanjang hidupnya." Ngeri bukan? Bagaimana kelak kita akan menjawab pertanyaan di yaumul hisab?
Lalu, pada usia berapa kah sebaiknya anak mendapatkan edukasi seksual?
Sedini mungkin.
Minimal sangat adalah saat ia sudah bisa membedakan tangan kanan dan tangan kirinya. Yang artinya otaknya sudah bisa diajak berdiskusi tentang sebuah benar dan salah.
Pernah saya membaca storiesnya Ummu Balqis dalam merawat anak-anaknya, yang mana memberikan seksual education is better do when your child is very very young. 0 years old.
Lah? Gimana gimana?
Ya, anak usia 0 tahun juga bisa diajarin tentang seksual.
Misal, saat akan mengASIhi anak, sounding ke anak kalau mimik ASI di kamar, di tempat yang tidak terlihat orang. Atau saat mandi harus di kamar mandi.
Saat usianya sudah lebih besar dan mulai penasaran dengan organ kelaminnya (biasanya usia 3-4tahun) bisa diajarkan tentang fungsinya. Kenal kan dengan nama asli organya (vagina/penis) bukan dengan istilah yang marak di masyarakat (burung/apem/tempe). They deserve to know kan?
Saat ituanya sudah 6 tahun bisa diajarkan tentang perbedaan lawan jenis. Diajarkan bahwa tubuhnya adalah miliknya dan berharga. Dia berhak menolak jika ada yang ingin "grepe-grepe" organ vitalnya. Ajarkan ke anak-anak untuk menjaga dirinya. Saat usianya remaja, saat ini lah ia akan mengalami pubertas. Akan ada banyak perubahan di tubuhnya. Sehingga untuk ayah dan bunda semuanya, jangan lelah mendampingi, jawab pertanyaan-pertanyaan anak, agar mereka tidak lagi mencari jawaban di luar.
Anak adalah aset orangtuanya. Maka sebagaimana aset, hendaklah para orangtua menjaganya dan bersiap untuk memberikan jawaban atas laporan pertanggungjawabannya sebagai orangtua kelak di akhirat.
Barakallahu fiikum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar.