Minggu, 28 Februari 2021

Getting out from comfort zone?

Saya membaca tulisan ka Vrina (dr. Davrina Rianda dalam bukunya Trias Muslimatika). Luar biasa beliau ini, orang yang gak pernah tenang berada di zona nyamannya. Sungguh kontradiktif dengan diri saya. 


Kemudian saya mulai berpikir, duh jangan jangan selama ini hidup saya tak ada manfaatnya.

Hidup terlalu malas untuk keluar dari comfort zone. Padahal saya masih muda. Saya suka menulis tapi saya sangat jarang mengaksarakan pikiran yang terlintas. Ya, karena saya masih berkutat dengan zona nyaman saya. Merasa nanti-nanti adalah salah satu pilihan.


Awal tahun ini, timeline instagram saya dipenuhi oleh postingan teman-teman dengan hastag #30hariberaksara2020. 

Wah, saya sudah tidak mungkin mengikuti program tersebut, sudah ketinggalan. Lalu di saat yang sama Allah menunjukkan jalan lain. Pada notifikasi grup ibu profesional ternyata juga sedang membuka komunitas literasi yang jangka waktunya lebih panjang, yaitu satu tahun.


Sejenak saya mengeja diri, bisa nggak ya konsisten?


Tapi buru-buru saya menghapuskan pikiran tersebut. Bukan kalo kita nggak bisa melakukan. Tapi memperbaiki mindset yaitu kita melakukan dan kita bisa. Sejauh ini lumayan efektif. Akhir tahun ini saya mengikuti >3 kelas online. 2 diantaranya berdurasi kurang lebih 1 bulan. 1 diantaranya bahkan sudah saya mulai sejak 2 th yang lalu dan kelas tersebut masih berjalan. Ya gitu, awalnya mikir apa saya bisa konsisten? Apa saya bisa meniatkan diri selalu hadir di kelas online tepat pada waktunya? Mengerjakan tugas tugas yang diberikan?


Ternyata satu bulan berlangsung dan saya berhasil melewatinya. Tuh kan, kita nggak boleh mengunderestimate diri kita sendiri. Nyatanya diri kita bisa melewati batas dari comfort zone itu. Untuk hadir di kelas pada waktunya adalah suatu hal yang luar biasa bagi saya (mengingat saya orang yang bosenan). Belum lagi membaca materi yang disampaikan. 


To the point nya bahwa, ternyata kita lah yang menentukan limit kita sendiri. Dan konsep diri memang sangat berpengaruh terhadap hal ini. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersikap lemah dan pesimis, tidak berani mengambil langkah. 

Lain cerita dengan orang yang memiliki konsep diri positif. Apa pun yang dipikirkannya akan berbuah positivity yang justru menjadi sumber tenaga tambahan untuk orang tersebut.


Sabtu, 27 Februari 2021

Procastination

 pro·cras·ti·na·tion

/prəˌkrastəˈnāSH(ə)n/

Procastination

the action of delaying or postponing something. Alias "mengko ndisik" atau "sedilut meneh".

Hmm... kata-kata manis yang sering meluncur mulus dari lisan kita, bukan?


Tindakan menunda dengan sengaja hal-hal penting yang seharusnya diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Prokrastinasi ini biasanya berdampak banyak (paling sering berdampak buruk). Dari yang skala kantoran, dunia pendidikan, sampai skala domestik rumahtangga, prokrastinasi ini kerap dilakukan. Kebiasaan yang masih menjamur bagi kebanyakan orang republik +62 (including me!). 

Kabar buruknya, penundaan ini berkembang biak di satu task ke task yang lain, yang berujung pada hasil pekerjaan yang tidak optimal, terburu-buru, semakin banyak task yang dikejar deadline, dsb dsb. Contoh paling sering: menunda menyetrika baju eh hari berikutnya tau tau bajunya sudah beranak pinak. Trus giliran mau dipake bingung, baru nyolokin setrikaan, di setrika sekenanya.

Kita (prokrastinator ini) sering menipu diri sendiri, menganggap bahwa mengerjakan di bawah tekanan waktu justru lebih optimal, atau beranggapan bahwa masih memiliki banyak waktu untuk melakukannya. Padahal dengan menunda mungkin tidak hanya diri sendiri yang dirugikan, tapi juga orang lain. 


Ada satu doa yang diajarkan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam untuk menghindari prokrastinasi.

“Allahumma inni a’udzu bika minal ‘ajzi, wal kasali, wal jubni, wal haromi, wal bukhl. Wa a’udzu bika min ‘adzabil qobri wa min fitnatil mahyaa wal mamaat. (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan, rasa malas, rasa takut, kejelekan di waktu tua, dan sifat kikir. Dan aku juga berlindung kepada-Mu dari siksa kubur serta bencana kehidupan dan kematian).” (HR. Bukhari no. 6367 dan Muslim no. 2706)

Selain itu, bisa diikhtiari dengan membuat skala prioritas dan merinci setiap tujuan kita. Dan ingat, hakikat kita hidup di dunia, kita hanya seorang musafir yang tengah berteduh di bawah pohon sehingga kita tak patut berleha-leha dalam perjalanan safarnya. Maka marilah kita mulai belajar menghargai waktu kita sendiri dan juga waktu milik orang lain. Menghargai waktu sebagaimana menghargai setiap proses perbuatan.

Jumat, 26 Februari 2021

Resensi buku

 

Judul buku: The 100 Year Old Man Who Climbed Out Of The Window And Disappeared
Penulis: Jonas Jonasson
Penerbit: Bentang Pustaka
Halaman: 508 halaman

Alan Karlson, seorang lelaki yang satu jam lagi akan merayakan hari ulang tahunnya yang ke-100 bersama wali kota dan wartawan, memutuskan untuk memanjat jendela dan menghilang dari rumah lansia. Kehilangan orang berusia 100 tahun ini menggemparkan kota tersebut. Alan yang tidak sempat membawa apa-apa dan hanya beralaskan sandal rumah bertemu dengan anggota gangster Never Again yang menitipkan sebuah koper saat akan buang hajat d terminal.

Petualangan Alan dimulai saat ia dengan sengaja membawa koper tersebut hingga ia menjadi buronan anggota gangster dan sekaligus polisi. Uniknya, di buku ini Jonas menceritakan secara paralel tentang masa muda Alan dengan alur maju-mundur. Alan yang ternyata, semasa mudanya, berperan besar dalam pembuatan bom atom di perang dunia ke-II. Siapa sangka Alan juga bersahabat dengan jenderal Franco dari Spanyol dan Harry Tuman presiden Amerika Serikat? Alan juga disebutkan pernah dekat dengan Stalin, komunis Rusia, Kim Il sung, pemimpin Korea Utara dan menyelamatkan istri Mao Tse Tung, pemimpin komunis China.

Spontanitas yang dilakukan Alan di masa tuanya, sedikit banyak karena semasa kecilnya ia pun terbiasa dengan spontanitas. Ia pernah membuat bom yang meledakkan walikotanya dengan bom rancangannya saat ia berusia sangat muda. 

Menurut saya buku ini banyak berisi guyon satir. Konsep berpikirnya Alan benar-benar out of the box. Tapi Alan selali beruntung. Kepribadianya kuat. Tapi alur ceritanya unik, membuat penasaran, dan membuat pembaca dipaksa mengulang kembali sejarah perang dunia ke-II dan siapa saja yang berperan di dalamnya. Karakter kuat Alan Karlson yang digambarkan sebagai sosok yang "nrimo" dan tidak pernah berkeluh kesah ini lah yang membuatnya berkeliling dunia bahkan melewati Himalaya dengan berjalan kaki! Dan seperti halnya kebanyakan novel: membuat ingin segera melahap habis sampai halaman terakhir. 8,5/10 lah menurut saya konten bukunya.

Rabu, 24 Februari 2021

Pemaafan

 Pemaafan.


Benarkah hari raya idul fitri waktu yang tepat untuk memaafkan?


Pemaafan bukan lah suatu hal yang mudah. Ia termasuk dalam sebuah kompetensi. 


Ada 4 tahapan pemaafan. Menurut arobert and Ray


Prelimineri: mencakup 3 pertanyaan dasar

1. 5 W 1 H tentang peristiwa kedhaliman

2. Tentang seluruh pengindraan.

3. Apa yg dipikirkan, perasaan2 apa saja yg dirasakan. Apa yg diperlukan saat itu, apa saja yang ingin dilakukan saat itu tapi batal melakukannya. (Unfinished business)


1. Uncovering

Cover: menutup. 

Apa yang ditutupi org yg berjuang dlm pemaafaan: rasa marah yang tetap bertahan tidak hilang. Marah yang gampang terpicu oleh hal kecil, uring2an, kemarahan yang mudah terpicu karena ketersinggungan. 

Perlu diakui ada kemarahan dalam diri saya.

Selama tidak mengakui, kemarahan itu akan mendarah daging: embodied.

Bagaimana selama ini menghindari kemarahan itu? Sudah pernah kan menghadapi kemarahan itu?

Apakah malu? Apa kemarahan itu memengarugi kesehatan anda? Apa pikiran anda terobsesi dengan luka yang anda alami atau dengan pelaku. 

Uncovery : anda hanya akan bisa memaafkan jika anda mengakui kemarahan tersebut


2. Desicion

Keputusan untuk memaafian..keputusan berangkat dari pertimbangan berpikir kritis. Keputusan atas dasar kesadaran untuk kebaikan diri dan tidak bisa ditunda-tunda.

Memang anda puas terdholimi selama itu padahal pendholimnya cuek aja?

Apa anda senang melihat diri anda menderita seperti ini?

Apa langkah anda selama ini berhasil membuat anda bahagia. Coba lihat hubunganmu dengan keluargamu? Pencapaian mu terhambat dalam masalah itu. 

Pemaafan bukan untuk orang lain, tapi untuk diri sendiri. 


3. Work

Melakukan kerja pemaafan.

Pemaafan mengabaikan perilaku balas dendam /sejenis. Menanggapinya dengan belas kasih. 

Berlatih belas kasih. Yang pertama kali adalah dengan diri sendiri. 

Cek grup sehat mental yuk --> arsip dealing with inner child. 

Terima rasa sakit yang ada. Tidak perlu dilawan. 

Beri hadiah pada pelaku. Yang paling sederhana adalah mengirimkan doa pada pelaku. 

Membiasakan diri berbuat baik sebenarnya adalah untuk diri anda sendiri. 


4. Discovery

Dan realease dari emotional quotients. Seseorang menemukan dari yang terdalam dan keluar dari mental. 

Teknik bizare. Tulis kerugian sebanyak mungkin. Tulis peristiwa kedhaliman itu mengajarkanmu apa saja? Keterampilan apa saja yang kamu temui hanya karena peritiwa itu? Sikap hidup apa yang dilakukan hanya dari peristiwa itu?

Lalu bandingkan. Layak nggak. Seharga gak?

Deepening: apa tujuan hidup anda yang lebih mulia daripada melaluinya dengan keterpurukan. Kemudian berakhir dengan kebebasan dari penjara mental. 


4 tahap ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang bersungguh-sungguh. Mujahadah. 

Pemaafan termasuk dalam jihadun nafs. Bersunguh-sungguh justru dari bagian dalam diri anda. 


Selasa, 23 Februari 2021

Loneliness

 


Sudah menjadi fitrah manusia adalah makhluk sosial. Mereka tidak akan nyaman jika sendirian. 

Kemarin saat jaga siang ada kisah haru di IGD. 
Saat menjelang sore, ada whatsapp chat masuk di handphone IGD. Dari rumah sakit Hermina. Isi chatnya hanya lah sebuah file pdf milik pasien yang tempo hari di swab PCR covid. 
Seperti halnya yang kami duga sebelumnya, ternyata benar bahwa pasien ini menderita covid 19. Swab antigennya negatif, tapi klinisnya sesak dan rontgen paru-parunya sangat kotor (read: penuh dengan infeksi). Pasien sudah 3 hari ini di rawat di ruang isolasi igd (karena rumah sakit tempat saya bekerja bukan lah rumah sakit rujukan covid. Tidak ada ruangan standar di rumah sakit kami.)

"Bu, pak, mohon maaf sebelumnya, seperti yang kamo duga sebelumnya, ternyata ini memang terkena infeksi virus corona. Hal ino sesuai antara keadaan pasien dan hasil swab PCR nya" begitu saya sampaikan kepada seorang laki-laki paruh baya yang mana adalah suami dari pasien dan seorang wanita muda sekitar usia 30 an tahun yang mana adalah anak kedua dari pasien. 
Dari kedua matanya saya melihat pancaran kesedihan dan kebingungan. 
"Pasien harus kami rujuk Bu, Pak. Insyaallah kami usahakan agar dapat rujukan di sekitaran kota pekalongan dulu," ucap saya dengan suara tercekat di tenggorokan. 

Si anak perempuan ini mulai berkaca-kaca. 
"Kalau diisolasi berarti nanti ibu saya sendirian ya dok? Tidak bisa ditemani keluarga?"
"Sayangnya iya, Bu"
"Boleh nggak dok ibu saya dibawa pulang saja, atau di rawat di sini saja? Biar saya yang menemani ibu saya. Saya bukan yang berpikiran sempit takut dikucilkan dan sebagainua, saya cuma memikirkan  psikis ibu saya. Ibu saya ini orangnya panik dan gampang cemas. Terakhir beliau dimasukkan ke isolasi sini kondisinya langsung drop. Saya takut begitu ibu saya tau kalau beliau terkena corona kondisinya menurun lagi"

1 situ, hati saya menangis.
Menangis karena membayangkan hal itu terjadi pada saya, naudzubillahi mindzalik. Semoga Allah selalu melindungi keluarga saya. 
Dan menangis karena memang setiap orang pasti tidak ingin tinggal seorang diri. 
Meskipun tidak dipungkiri kelak kita akan seorang diri dalam perjalanan kita menuju Rabb kita. Bisa saja kita juga mati seorang diri tanpa ada orang-orang yang kita cintai di sisi kita. 

Dan begitu sampai rumah, saat sholat maghrib hari berikutnya, adik sepupu saya, Nana, ngelendot di pangkuan saya, matanya sayu menahan kantuk. Dia berkali-kali menguap. Saya hanya membelai rambut keriwilnya. Ah iya, suatu saat mereka dan pergi sari desa kecil ini untuk berkumpul bersama ayahnya. Dan suatu saat saya pun mungkin akan pudar dari ingatan mereka, dan dilupakan. 

Sungguh jika memikirkan kesendirian rasanya hati menjadi sesak, air mata tak terbendung. Mengalir deras begitu saja. Saat ini mungkin kita masih ada orangtua, namun jika orang tua sudah tidak ada? Saat saya melihat diberita ada seorang laki-laki yang kehilangan istri dan dua anaknya dalam kecelakaan pesawat, saya merasakan sedihnya sang bapak. Air matanya tak benhenti mengalir yang tidak juga menimbulkan empati bagi wartawan yg meliput. Mungkin hatinya sudah terlalu haus dengan nafsunya meliput berita sehingga lupa batasan dalam meliput. 
Kembali lagi, pada dasarnya, dulu kita ini diciptakan sendirian, dan akan kembali kepada Rabb kita dalam keadaan sendirian pula. Bahkan di Surat Abasa pun dijelaskan bahwa suami akan lari dari istrinya, anak akan lari dari ibunya, dan kita tidak saling mengenal nantinya. Kesendirian pun bisa dirasakan meskipun kita sedang berada di tengah sebuah keramaian. Sesungguhnya kalau dipikir cuma Allah yang selalu menemani kita. Selalu ada buat kita. Selalu memerhatikan kita. Tapi kita sering bengabaikanNya. Merasa bahwa kebersamaan dengan makhluk lebih kita butuhkan. 
Poinnya adalah, dari setiap kejadian "kehilangan" atau sebuah "kesendirian" mungkin di situ Allah sedang menegur kita, untuk kembali mengingatNya, kembali merasakan kehadiranNya dalam kesendirian kita, kembali sadar bahwa semua adalah titipan saja. 

Senin, 22 Februari 2021

Seni Memberi Nasihat pada Anak

 Bismillah.


Kenapa ya, kok sering orangtua mengeluhkan kalau anaknya sudah ribuan kali di nasihati tapi rasanya seperti masuk kuping kiri keluar kuping kanan? Apa yang salah ya... 

Pernah nggah sih Bun, merasakan hal demikian?
Beberapa waktu lalu saya pernah mengikuti instagram live nya Rumah Keluarga Risman (I trully recommend this program for parents). Di acara itu ada seorang ibu yang mengeluhkan anaknya sulit diatur.  Bu Elly menyayangkan pada pola asuh orangtua saat ini yang kebanyakan menghilangkan "dialog" kepada anak. Ya, dengan adanya gadget yang menyibukkan baik anak maupun kedua orangtuanya, intensitas bicara mereka di dunia nyata justru terkikis. Dan menurut beliau, waktu paling tepat mengajak anak berdialog adalah saat sebelum tidur. Karena apa? Karena di otak mereka sedang terjadi perpindahan gelombang, yang mana gelombang ini akan membawa pesan-pesan yang disampaikan merasuk ke alam bawah sadarnya. 

Dalam bukunya Abah Ihsan (Anak Sholih lahir dari orangtua shalih) tentang seni memberikan nasihat kepada anak. Oh, ternyata menjadi orangtua yang banyak memberi nasihat justru menjadi faktor pendestruksi bagi anak. Orangtua cenderung "gemes" ingin memberikan banyak nasihat sesuai dengan keilmuannya, alih alih, membiarkan anak terlebih dahulu bercerita. Maka, tidak heran, dewasa ini anak-anak lebih nyaman curhat kepada teman sebayanya dibanding kepada orangtuanya. Lebih parah lagi jika anak gadis bercerita kepada pacarnya, terlepas dari haramnya berpacaran, menurut abah Ihsan, jika sampai orangtua tidak tau dengan siapa putrinya berpacaran, maka ia telah gagal menjalin hubungan komunikasi dengan orangttua.  Orangtua yang reaktif terhadap masalah anak justru akan melahirkan anak-anak yang defensif. 

Jika dipikir, sebenarnya Suri Tauladan kita (Rasulullah shalallahu alaili wassalam) sudah pernah mencontohkan. Bahkan keteladanan Luqman kepada anaknya yang termaktub di surat luqman, di sana Luqman sering berdialog pada anaknya. 

Ada 4 cara memberikan nasihat pada anak sesuai dengan yang Rasulluah ajarkan:
1. Saat berkendara. Karena pada saat ini tidak ada kegiatan dan pikiran tenang.
2. Saat makan
3. Saat sedang sakit. Dahulu Rasulullah shalallahu alaihi wassalam pernah memberi nasihat kepada anak yahudi untuk masuk islam dan masuk islamlah ia. 
4. Sebelum tidur dan sesudah tidur. Terlihat sepele. Tapi waktu ini sangat penting. Anda boleh saja sibuk bekerja, tapi jangan pernah tinggalkan dua waktu ini untuk anak anda. 

Kamis, 18 Februari 2021

Tentang Prioritas

Bismillah

Kemarin, saat sedang mendengarkan live instagram Rumah Keluarga Risman, dalam acara Anda Bertanya Elly Risman menjawab, seorang kakak kelas saya bertanya tentang pertimbangannya mengambil pendidikan spesialis dengan keadaan anaknya masih berusia 4 tahun dan kemungkinan akan hidup long distance marriage. 

Sesungguhnya hal ini sangat relate dengan diriku sendiri. Di satu sisi, meskipun aku belum menikah, menjadi istri dan ibu adalah prioritas nomer dua setelah Allah dan ittiba Rasulullah. Namun di sisi lain, ada ego diri yang masih menggebu. Ambisi diri untuk melanjutkan sekolah ke jenjang spesialis dengan dalih setelah berstatus spesialis beban kerja post masa pendidikan mungkin lebih ringan. Tapi ada harga yang harus dibayarkan. Harga berupa materiil dan imateriil.

Bu Elly tidak dapat menjawabnya. Beliau menyarankan tetap untuk istikharoh dan mempertimbangkan tentang prioritas. Biar bagaimana pun anak di usia empat tahun, ia sedang semangat bereksplorasi, rasa ingin tahunya sangat besar. Akan ada masa yang terlewat dalam membersamai anak, tentunya. Belum lagi kebutuhan suami dan istri. Yang mana, prioritas setelah menikah adalah suaminya, dan jika menempuh pendidikan spesialis mungkin prioritas ini akan bergeser. 

Tentang prioritas ini. Kadang kita dibuat silau pada janji-janji dunia, sehingga kita lupa akan apa yang sebenarnya mudah kita lakukan dan bernilai lebih besar. Pernah suafu ketika sahabatku menasihatiku: apa yang kamu cari? Bukankan jika wanita diam di rumahnya, berbakti pada suaminya, melaksanan sholat dan puasa wajib, menjaga diri dan kehormatannya, maka ia dipersilakan masuk surga dari pintu mana saja. Lalu apa yang kau cari di luar rumahmu? Apakah harta? Jika suami mu mampu menafkahimu, lalu untuk apa gelimang harta di luar pagar rumahmu jika itu membuatmu justru bias prioritas?

Benar memang.

Setelah menikah bukan hanya tentang aku lagi. Ada turunan lain yang harus dipikirkan. Ya suami lah, anak lah. Kaidahnya tetap yang wajib mendahului yang sunnah. 

Tapi sebenarnya bisa disiasati. Mungkin akan ada second choice yang bisa menjadi win-win solution. Karena berkarir sebagai ibu rumah tangga memang sangat mulia, yang menggaji Allah langsung, namun, jika bisa berkarir sembari mengerjakan apa yang menjadi passion kita, why not do it right?

Sabtu, 13 Februari 2021

Anak dan pendidikan Seksualnya

 Bismillah


Saat itu di grup diskusi illustrator nubi, ada yang membahas tentang jenis-jenis kartun di masa dulu yabg ternyata sangat tidak direkomendasikan untuk dibaca mau pun ditonton. Banyak yang berdalih karena di dalamnya ada untuk pornografi yang seharusnya tidak boleh anak-anak melihatnya. Atau pun di dalam nya mengandung unsur penyimpangan seksual semacam LGBT (lesbian, gay, bisexual, transgender). 

Jaman dulu rasanya untuk mendapatkan akses membaca itu adalah suatu yang mahal dibuatnya. Komik-komik, dan buku-buku bagus tidak semudah sekarang mendapatkannya. Namun, yang terjadi di jamannya generasi Z ini rasanya kita perlu membenahi diri, menyiapkan anak keturunan kita untuk lebih siap menghadapinya. Bukan saja tentang isu seksualitas, tapi juga isu yang lain.
Mengerikan rasanya membayangkan di jaman sekarang ini akses internet jor-jor an. Dulu rasanya kalau di iklan teve ada yang berpakaian lekton (kelek katon/ sleeveless) udah kena sensor oleh LSF (Lembaga Sensor Film). Tapi dijaman sekarang rasa-rasanya berpakaian minim sudah jamak di teve. Sudah menjadi tayangan iklan sehari-hari. Bahkan di handphone bisa ditemui di mana saja, di iklan game, di iklan aplikasi. Pling banter yang disensor adalah belahan dada. Astaghfirullah. 
Apakah mata kita jadi terbiasa melihat dosa?

Tak heran, maraknya pelecehan seksual terjadi di negeri ini. Zina rasanya sekarang sudah mulai terang-terangan. Arus dari barat yang sangat kencang tidak sebanding dengan usaha bendungan yang dilakukab masyarakat negeri +62. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh M. Roqib tahun 2008 tentang Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini yang diterbitkan di Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan, menyebutkan bahwa 97% gadis di Yogyakarta sudah tidak lagi perawan. Kasarannya dari 11 anak gadis 10 nya telah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Naudzubillahi min dzalik. 

Sungguh jika memikirkan hal ini, rasanya sangat sedih. Bagaimana nasib anak-anak muda generasi selanjutnya?

Sayangnya, pornografi yang begitu marak, pelecehan yang nampak sudah dianggap biasa, masih juga membuat orangtua merasa membicarakan edukasi seksual ke anak adalah suatu hal yang tabu. Mereka membiarkan anak-anak mereka bertanya-tanya tentang seksualitas, dan membiarkan mereka mencari tahu sendiri di dunia luar, pada internet, pada teman-temannya, yang belum tentu berita tersebut valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Padahal ini adalah kesempatan emas untuk mendampingi anak menuju masa akil baligh nya sehingga ketika tiba saatnya, ia akan siap mengemban amanah. 

Ada satu statemen bu Elly Risman (psikolog senior yang concern tentang psikologi keluarga) tentang orangtua yang tidak mengajari anaknya mandi junub setelah haid/mimpi basah. "Jika bukan orangtuanya yang mengajarinya jangan sampai anak-anak anda junub terus sepanjang hidupnya." Ngeri bukan? Bagaimana kelak kita akan menjawab pertanyaan di yaumul hisab?

Lalu, pada usia berapa kah sebaiknya anak mendapatkan edukasi seksual?

Sedini mungkin. 
Minimal sangat adalah saat ia sudah bisa membedakan tangan kanan dan tangan kirinya. Yang artinya otaknya sudah bisa diajak berdiskusi tentang sebuah benar dan salah. 

Pernah saya membaca storiesnya Ummu Balqis dalam merawat anak-anaknya, yang mana memberikan seksual education is better do when your child is very very young. 0 years old. 

Lah? Gimana gimana?

Ya, anak usia 0 tahun juga bisa diajarin tentang seksual. 
Misal, saat akan mengASIhi anak, sounding ke anak kalau mimik ASI di kamar, di tempat yang tidak terlihat orang. Atau saat mandi harus di kamar mandi.

Saat usianya sudah lebih besar dan mulai penasaran dengan organ kelaminnya (biasanya usia 3-4tahun) bisa diajarkan tentang fungsinya. Kenal kan dengan nama asli organya (vagina/penis) bukan dengan istilah yang marak di masyarakat (burung/apem/tempe). They deserve to know kan?
Saat ituanya sudah 6 tahun bisa diajarkan tentang perbedaan lawan jenis. Diajarkan bahwa tubuhnya adalah miliknya dan berharga. Dia berhak menolak jika ada yang ingin "grepe-grepe" organ vitalnya. Ajarkan ke anak-anak untuk menjaga dirinya. Saat usianya remaja, saat ini lah ia akan mengalami pubertas. Akan ada banyak perubahan di tubuhnya. Sehingga untuk ayah dan bunda semuanya, jangan lelah mendampingi, jawab pertanyaan-pertanyaan anak, agar mereka tidak lagi mencari jawaban di luar. 

Anak adalah aset orangtuanya. Maka sebagaimana aset, hendaklah para orangtua menjaganya dan bersiap untuk memberikan jawaban atas laporan pertanggungjawabannya sebagai orangtua kelak di akhirat. 

Barakallahu fiikum

Senin, 08 Februari 2021

Siap Menikah, tapi tidak siap menjadi orangtua

 Bismillah


Menikah adalah ibadah yang bernilai separuh agama. Jika untuk melaksanakan haji atau umroh saja butuh dilakukan manasik, maka untuk menjalani ibadah menikah tentunya harus ada persiapan ilmu yang lebih baik lagi, kan?

Tapi nyatanya, banyak yang menikah namun tak menyiapkan ilmunya. Bukan saja ilmu pernikahannya saja, tapi ilmu tentang turunannya, tentang fikihnya, tentang parentingnya, dll.
Ada sebuah kisah yang pernah saya dengar, ada sepasang dokter spesialis, yang satu dokter spesialis obgyn, yang satunya dokter spesialis bedah. Keduanya sangat sibuk. Mereka berdua ini memiliki tiga orang anak. Masing-masing anak memiliki baby sitter. Ironisnya, saat keduanya sibuk, dan si baby sitternya ini pulang kampung anak dooter spesialisnya ini pun di bawa serta ke kampungnya!

Heran kan?
Kok bisa?
Kok ada gitu orangtua yang rela anaknya ikut ke kampung susternya?
Hmmm... mungkin mereka memiliki banyak pertimbangan. 
Tapi untuk apa dong keduanya pandai sampai menjadi spesialis, tapi anak-anak mereka berakhir dididik oleh orang yang mungkin tidak jelas konsep berpikirnya?

Miris saat saya mendengar itu. Dan saya yakin, tidak hanya satu di Indonesia ini, tapi ada banyak. Ada banyak anak yang yatim piatu meskipun kedua orangtuanya masih lengkap. 

Hal yang hampir mirip pernah saya temui di buku Abah Ihsan "Anak Shalih lahir dari orangtua shalih". Di buki itu, ada seorang ibu beranak dua mengeluhkan kepada Abah Ihsan tentang problematika di keluarganya. Suaminya adalah laki-laki yang suka marah dan berkata kasar ke pada anaknya, ia juga sering berkata dusta pada anaknya. Walhasil, anaknya kinintak lagi mau mendengarkan ayahnya lagi. Mereka menjadi yatim padahal ayahnya masih ada, bahkan mereka lebih senang jika ayahnya tidak di rumah, sampai istrinya merasa memiliki tiga anak dan suaminya ini adalah anak terbesar dan tersulit diatur. 

Aku membayangkan bagaimana sang istri begitu kelelahan mengurus keluargnya. Mendidik anak namun tidak mendapat dukungan dari suami.

Dalam berbagai kelas pranikah, selalu disinggung tentang tuntas dengan diri sendiri. Tentang inner child, tentang psikologi dalam pernikahan. Karena setiap orang dalam menikah sejatinya ia tenfah membawa ransel berisi beban-beban hidupnya. Jika tidak dituntaskan, maka hal ini juga akan berimbas pada anak-anak mereka. 

Selasa, 02 Februari 2021

The Great Mother comes from Great Moslemah

 Tulisan ini merupakan penulisan kembali a.k.a review dengan bahasa saya sendiri dari sebuah webinar yang diadakan Cendekia Rumah Tangga dengan judul asli: Mulimah Hebat Siap Jadi Istri dan Ibu Oleh Risa Arisanti


🌷🌷🌷🌷🌷

Tahu kah anda kisah tentang Anas bin Malik? Sahabat Rasulullah yang sudah berkhidmat kepada Rasulullah sejak usianya masih 8 tahun. Anas adalah satu dari tujuh sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadits. Ia adalah sahabat yang istimewa: usianya panjang, anaknya banyak, harta yang melimpah dan ilmu yang luas. Ia adalah sahabat terakhir yang wafat di Basrah setelah berumur lebih dari 100 tahun,


Atau tahukah Anda dengan ‘Urwah bin Zubeir? Salah satu dari tujuh fuqaha (ulama) Madinah yang terkenal keilmuanya, kezuhudannya, dan ketakwaannya. Mereka lah yang menjadi penasihat khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz saat menjabat menjadi gubernur Madinah.


Kedua tokoh di atas tidak dilahirkan dari batu, dibaliknya ternyata ada Ibunda yang sangat patut kita jadikan contoh. Ialah Ummu Sulaim ibunda Anas bin Malik, dan Asma’ binti Abu Bakar, pemilik 2 ikat pinggang, ibunda ‘Urwah bin Zubeir.


Menarik bukan?


Namun sayangnya, dewasa ini, disaat arus teknologi berjalan begitu cepat, ada norma yang tergerus. Wanita-wanita akhir zaman memiliki tanggung jawab dan beban predikat yang harus selalu di upgrade dan dipantau agar selalu berada di jalur yang tepat.


Ya, muslimah ini memiliki challenge yang berbeda dikarenakan fenomena sosial yang mana tingkat perceraian yang kian meningkat, adanya cultural superior, adanya world View berupa paham feminism, dan disruption, yaitu sebuah katalisasi perubahan yang terjadi sangat cepat.


Tentang feminisme, sebuah paham yang digandrungi oleh masyarakat di bagian barat. Yang mana ingin mengangkat keadilan pada wanita. Merasa perlu mensejajarkan kedudukan wanita dan pria.

Padahal, adil itu tidak mesti sama, bukan? Adil adalah suatu hal yang ditempatkan sebagaimana proporsinya.


Allah berfirman:

ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَآ أَنفَقُوا۟ مِنْ أَمْوَٰلِهِمْ ...ۚ"

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…

QS Annisa: 34


Dalam Alquran, adil untuk laki-laki dan perempuan alah sebagaimana dalam QS Annisa: 34 ini.laki-laki adalah qawwam bagi wanita, pemimpin. Emang fitrahnya begitu. Qawwam means dia akan bertanggungjawab penuh. Jadi, laki-laki dan perempuan itu adalah pakaian yang saling melengkapi, bukannya saling berlomba-lomba untuk unjuk diri.


Ingat ya, saat masih jaman jahiliyah, di mana memiliki anak wanita adalah sebuah aib bagi orangtuanya, sehingga orangtua pada masa itu tega membunuh putrinya yang masih merah. Hal ini Allah ceritakan pada QS An Nahl-58-59

“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. [58]. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. [59]


Setelah islam datang, islam memuliakan wanita, dan kemuliaan di sisi Allah tidak dilihat dari gender nya, melainkan taqwa. 


Lalu, apa dong kelebihannya wanita?

Allah menyebutkan di QS Ar Rum: 21 bahwa wanita ini diciptakan supaya kamu merasa tentram. Ini lah fungsi wanita dalam rumah tangga. Kekuatan perempuan adalah pada aspek sakinah [ketentramannya, kelembutannya, yang membuat keluarganya untuk terus kembali ke rumah.


Great mother starts from great moslemah


Teko hanya akan menuangkan isinya, lalu bagaimana jika ibu diibaratkan sebuah teko? Jika ia tidak memiliki isi, lalu apa yang akan dituangkan ke anak-anaknya?


Peran muslimah:

  1. 1. senagai anak: memburu ilmu [syar’I, ilmu yang relevan untuk perannya]

  2. 2. sebagai istri : taat kepada partner, sebagai baju di balik layar kesuksesan suami

  3. 3. sebagai ibu: madrasatul ula, arsitek peradaban

  4. 4. agent of change: kewajiban syiar, bermanfaat sesuai syariat.


Tuntaskan peran yang pertama, baru berlanjut ke peranan berikutnya.


Sehebat apapun muslimah di luar, profesi utamanya tetap menjadi istri dan ibu.


Sekolah tinggi ujungnya dari IRT?

Pernah yang liat meme viral tentang ini? Yang gambar dapur itu loh.. 

Jika di pikir, wanita itu mudah banget loh masuk surga. Apa iya? 

Rasulullah shalallahu alaihi wassalam bersabda: jika seorang wanita menunaikan sholat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya, dan menaatai suaminya, niscaya akan dikatakan padanya: masuklah ke dalam surga dari pintu mana pun yang kau mau (HR Ahmad]

Nah loh kan? Bukannya tujuan utama kita adalah Jannah nya Allah? Bukan kah tujuan kita ridhonya Allah? Maka mungkin perlu di perbaiki mindsetnya sejak kecil bahwasanya IRT itu adalah pekerjaan yang mulia.


Prioritas ilmu bagi wanita

  1. 1.ilmu agama

  2. 2. ilmu yang bermanfaat

  3. 3. ilmu keterampilan wanita [self managemen, communication skills, basic life skills, productivity skill, self and health skill]

Tidak ahli tak mengapa, yang penting bisa.


Muslimah itu perlu dipersenjatai dengan dengan ilmu dan kemampuan manajemen. How to survive?

  1. manajemen walbu, persiapkan diri: perbaiki niat, perbanyak doa, tazkiyatun nafs, memohon restu orangtau, ruhiyah yang kuat.

  2. membekali dengan ilmu

  3. lingkaran yang positif dn produktif

  4. istiqomah dan memelihara diri. 


Tips Membuat Infografis dengan Canva

Hallo teman-teman… Apa kabarnya nih? Semoga sehat selalu ya… nah, teman-teman di sini adakah yang suka mendesain? Jaman now , desain itu tid...