“Kamu kan anak nakal”
“Kamu sukanya ngambekkan deh”
Sounds familiar?
Entah mengapa lidah orang mudah sekali memberikan label untuk
orang lain. Tahukah, Anda bagaimana efek samping dari labelling ini?
Pada orang yang bermindset tetap, labelling maupun stereotype
tentang dirinya dapat berakibat:
1.
Dia takut melakukan/mencoba hal baru atau
mengambil tantangan, dengan dalih jika label yang disematkan padanya adalah hal
yang bagus, makai a takut orang lain akan menganggapnya tidak pantas memiliki
label itu jika pada tantangan kali ini ia gagal.
2.
Jika labelnya negative, maka orang bermindset
tetap tersebut juga akan merasa dirinya pantas mendapatkan label itu, sehingga
ia tidak akan mencoba hal baru, karena yang ia yakini adalah ia yang sesuai
dengan label tersebut.
Tentu hal ini akan berbeda pengaruhnya pada orang dengan mindset
tumbuh. Jika labelnya positif, dia akan tetap mencoba hal baru, karena yang
menjadi passionnya adalah usahanya, bukan hasil. Pun ketika label negative yang
disematkan, ia juga akan bersungguh-sungguh dalam mengambil peluang untuk
memperbaikinya.
Namun, apakah Anda yakin, orang yang Anda berikan label ini
adalah orang yang bermindset tumbuh? Bagaimana jika sebaliknya? Boleh jadi apa
yang kita ucapkan justru akan mengubah masa depannya.
Dulu, saat SD aku pernah mendapatkan labelling dari guruku. Bukan
label sih, lebih tepatnya komentar. Guru SD ku berkata, bahwa saat itu aku
kelas 5 SD, kemampuan matematikaku mulai kendor lantaran beberapa nilaiku di
kuis sebelumnya merosot (in my mind that time kemampuan matematikaku
bagaikan celana dalam yang sudah sangat longgar untuk dipakai). Aku diberi
komentar sesaat sebelum aku maju ke depan kelas untuk mengerjakan tugas yang
ada di papan tulis. And guess what? Soal yang sebenarnya mudah itu, tiba-tiba
menjadi super sulit untuk kukerjakan.
Saat SMA aku juga punya teman yang suka berkomentar, ia
mengomentari jari tengahku, “Eh, katanya kalo jarinya kaya begini, nggak pandai
dalam matematika loh?”
Aku memang nggak percaya mitos semacam itu, namun tanpa sadar
hal seperti itu memengaruhi mentalku. Untunya tidak sampai lama, aku belajar
lebih banyak lagi sampai aku bisa membuktikan di nilai ujian nasionalku aku
mendapat nilai 100 untuk matematika.
Terlepas dari sikap baper atau semisalnya, terkadang memang
opini orang lain tanpa sadar memengaruhi jalan pikiran kita, atau setidaknya
menyelenting mental kita. Dari situ aku belajar, bahwa, berkata yang sifatnya judging
atau labelling terhadap orang lain, dampaknya mungkin bisa lebih buruk
dari yang kita kira.
Semoga kita bisa senantiasa menjaga lisan kita agar tidak
terpeleset mengucapkan hal yang seharusnya tidak diucapkan kepada orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar.