Minggu, 20 Februari 2022

Labelling

 “Kamu kan anak nakal”

“Kamu sukanya ngambekkan deh”

Sounds familiar?

Entah mengapa lidah orang mudah sekali memberikan label untuk orang lain. Tahukah, Anda bagaimana efek samping dari labelling ini?

Pada orang yang bermindset tetap, labelling maupun stereotype tentang dirinya dapat berakibat:

1.       Dia takut melakukan/mencoba hal baru atau mengambil tantangan, dengan dalih jika label yang disematkan padanya adalah hal yang bagus, makai a takut orang lain akan menganggapnya tidak pantas memiliki label itu jika pada tantangan kali ini ia gagal.

2.       Jika labelnya negative, maka orang bermindset tetap tersebut juga akan merasa dirinya pantas mendapatkan label itu, sehingga ia tidak akan mencoba hal baru, karena yang ia yakini adalah ia yang sesuai dengan label tersebut.

Tentu hal ini akan berbeda pengaruhnya pada orang dengan mindset tumbuh. Jika labelnya positif, dia akan tetap mencoba hal baru, karena yang menjadi passionnya adalah usahanya, bukan hasil. Pun ketika label negative yang disematkan, ia juga akan bersungguh-sungguh dalam mengambil peluang untuk memperbaikinya.

Namun, apakah Anda yakin, orang yang Anda berikan label ini adalah orang yang bermindset tumbuh? Bagaimana jika sebaliknya? Boleh jadi apa yang kita ucapkan justru akan mengubah masa depannya.

 

Dulu, saat SD aku pernah mendapatkan labelling dari guruku. Bukan label sih, lebih tepatnya komentar. Guru SD ku berkata, bahwa saat itu aku kelas 5 SD, kemampuan matematikaku mulai kendor lantaran beberapa nilaiku di kuis sebelumnya merosot (in my mind that time kemampuan matematikaku bagaikan celana dalam yang sudah sangat longgar untuk dipakai). Aku diberi komentar sesaat sebelum aku maju ke depan kelas untuk mengerjakan tugas yang ada di papan tulis. And guess what? Soal yang sebenarnya mudah itu, tiba-tiba menjadi super sulit untuk kukerjakan.

Saat SMA aku juga punya teman yang suka berkomentar, ia mengomentari jari tengahku, “Eh, katanya kalo jarinya kaya begini, nggak pandai dalam matematika loh?”

Aku memang nggak percaya mitos semacam itu, namun tanpa sadar hal seperti itu memengaruhi mentalku. Untunya tidak sampai lama, aku belajar lebih banyak lagi sampai aku bisa membuktikan di nilai ujian nasionalku aku mendapat nilai 100 untuk matematika.

Terlepas dari sikap baper atau semisalnya, terkadang memang opini orang lain tanpa sadar memengaruhi jalan pikiran kita, atau setidaknya menyelenting mental kita. Dari situ aku belajar, bahwa, berkata yang sifatnya judging atau labelling terhadap orang lain, dampaknya mungkin bisa lebih buruk dari yang kita kira.

Semoga kita bisa senantiasa menjaga lisan kita agar tidak terpeleset mengucapkan hal yang seharusnya tidak diucapkan kepada orang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah mampir. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar.

Tips Membuat Infografis dengan Canva

Hallo teman-teman… Apa kabarnya nih? Semoga sehat selalu ya… nah, teman-teman di sini adakah yang suka mendesain? Jaman now , desain itu tid...