Bismillah
Memasuki usia 28 kali ini tidak lah sebagaimana tahun tahun sebelumnya yang dilanda quarter life crisis alias krisis di usia setengah abad. Yang mana di usia ini kita lebih care soal masa depan kita, kita dihadapkan pada pilihan-pilihan hidup yang akan mengantarkan pada nasib kita setelahnya. Di usia ini juga kita rentan membandingkan diri kita dengan orang lain alih alih membandingkan kita sekarang dengan masa lalu kita.
Aku bukan tipe orang yang merayakan kelahiran, apa yang perlu di rayakan? Toh di agama Islam, agama yang kuyakini benar, tidak pernah ada contohnya di masa kenabian maupun di masa sahabat. Maka aku pun tidak ingin terjerumus untuk melakukan hal hal yang tidak dicontohkan. Alhamdulillah, keluarga yang dulunya merasa tanggal lahir adalah penting, sekarang ini juga sudah mulai meninggalkan tradisi jahiliyah.
Justru di hari ini, hari tepat aku dilahirkan. Sama sama di hari senin. Aku justru mendapat hadiah dari Allah. Yaitu hadiah untuk mengingat pemutus kelezatan, yakni maut.
Semalam aku sedang shift malam, saat mbapk perawat membangunkanku yang bahkan baca doa tidur saja pun belum tuntas (baru mau rebahan). Pukul 00.15 saat itu kulihat. Aku segera memakai alat pelindung diri (APD) level 2 ku dan menghampiri pasien. Tampak pasien amat kepayahan. Saat itu beliau masih sadar. Tangannya tak hentinya memegang dadanya. Segera aku suruh perawat mengambil oksigen, memang ECG (electrocardiograph = alat rekam jantung), dan memeriksa tanda vital.
Jelek.
Ya, pasien ini prognosisnya amat jelek.
Aku curiga ini adalah sebuah ALO (acute lung oedema) tapi kok semendadak itu dan pasien saat ini jatuh dalan keadaan koma dengan kondisi napas gasping alias napas satu-satu.
Hasil rekam jantung mulai keluar. Ventricular rythm.
Tanpa pikir panjang aku konsulkan ke spesialis jantung. Alhamdulillah beliau masih bangun.
"Wah jelek ini pasiennya. Jelek banget. Bismillah aja deh" kemudian beliau memberikan instruksi pengobatan. Dari terapi yang di berikan diagnosa kerja pasien sementara mengarah pada sebuah corobary syndrom. Atau istilah awamnya jantung koroner alias serangan jantung.
Segera aku instruksikan ke perawat untuk memberikan terapi sesuai dengan yang dokter spesialis jantung perintahkan.
Aku mengambil langkah edukasi ke keluarga. Beruntung anggota keluarga ini adalah seorang dokter. Lebih mudah bagiku untuk mengedukasi.
Namun, qadarullah wa masyaafa'alah. Sebelum obat-obatan sempat masuk, dan keluarga tidak menghendaki dilakukan resusitasi jantung paru, pasien sudah meninggal pada menit ke 40 semenjak kedatangannya. Aku menyatakan meninggalnya pada pukul 00.54
Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.
Kita semua milik Allah dan pasti akan kembali pada Allah.
‐-----------
Sungguh, kematian selalu memberikan pembelajaran sendiri bagiku. Padahal kejadian seperti ini sudah sering terjadi. Tapi rasanya selalu seperti pertama kali terjadi. Ada harga sebuah nyawa. Si bapak ini telah mendapat gilirannya, telah disempurnakan rezekinya. Tinggal aku yang menunggu giliranku.
Kalau di pikir, sungguh dunia ini benar benar selesai sekejapan mata. Padahal ada hal yang lebih menghawatirkan, yaitu hari akhirat. Sudah kah kita mempersiapkannya?
Semoga kita termasuk yang selalu berbenah dalam amal. Semoga Allah memberikan kita taufiq untuk menyibukkan diri kita dengan perkara aakhirat. Semoga husnul khotimah pak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah mampir. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup di kolom komentar.