Senin, 25 Januari 2021

Giliran

 Bismillah

Memasuki usia 28 kali ini tidak lah sebagaimana tahun tahun sebelumnya yang dilanda quarter life crisis alias krisis di usia setengah abad. Yang mana di usia ini kita lebih care soal masa depan kita, kita dihadapkan pada pilihan-pilihan hidup yang akan mengantarkan pada nasib kita setelahnya. Di usia ini juga kita rentan membandingkan diri kita dengan orang lain alih alih membandingkan kita sekarang dengan masa lalu kita. 

Aku bukan tipe orang yang merayakan kelahiran, apa yang perlu di rayakan? Toh di agama Islam, agama yang kuyakini benar, tidak pernah ada contohnya di masa kenabian maupun di masa sahabat. Maka aku pun tidak ingin terjerumus untuk melakukan hal hal yang tidak dicontohkan. Alhamdulillah, keluarga yang dulunya merasa tanggal lahir adalah penting, sekarang ini juga sudah mulai meninggalkan tradisi jahiliyah. 

Justru di hari ini, hari tepat aku dilahirkan. Sama sama di hari senin. Aku justru mendapat hadiah dari Allah. Yaitu hadiah untuk mengingat pemutus kelezatan, yakni maut. 

Semalam aku sedang shift malam, saat mbapk perawat membangunkanku yang bahkan baca doa tidur saja pun belum tuntas (baru mau rebahan). Pukul 00.15 saat itu kulihat. Aku segera memakai alat pelindung diri (APD) level 2 ku dan menghampiri pasien. Tampak pasien amat kepayahan. Saat itu beliau masih sadar. Tangannya tak hentinya memegang dadanya. Segera aku suruh perawat mengambil oksigen, memang ECG (electrocardiograph = alat rekam jantung), dan memeriksa tanda vital. 

Jelek. 

Ya, pasien ini prognosisnya amat jelek. 

Aku curiga ini adalah sebuah ALO (acute lung oedema) tapi kok semendadak itu dan pasien saat ini jatuh dalan keadaan koma dengan kondisi napas gasping alias napas satu-satu.

Hasil rekam jantung mulai keluar. Ventricular rythm. 

Tanpa pikir panjang aku konsulkan ke spesialis jantung. Alhamdulillah beliau masih bangun. 

"Wah jelek ini pasiennya. Jelek banget. Bismillah aja deh" kemudian beliau memberikan instruksi pengobatan. Dari terapi yang di berikan diagnosa kerja pasien sementara mengarah pada sebuah corobary syndrom. Atau istilah awamnya jantung koroner alias serangan jantung. 

Segera aku instruksikan ke perawat untuk memberikan terapi sesuai dengan yang dokter spesialis jantung perintahkan. 

Aku mengambil langkah edukasi ke keluarga. Beruntung anggota keluarga ini adalah seorang dokter. Lebih mudah bagiku untuk mengedukasi

Namun, qadarullah wa masyaafa'alah. Sebelum obat-obatan sempat masuk, dan keluarga tidak menghendaki dilakukan resusitasi jantung paru, pasien sudah meninggal pada menit ke 40 semenjak kedatangannya. Aku menyatakan meninggalnya pada pukul 00.54

Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun.

Kita semua milik Allah dan pasti akan kembali pada Allah. 

‐-----------

Sungguh, kematian selalu memberikan pembelajaran sendiri bagiku. Padahal kejadian seperti ini sudah sering terjadi. Tapi rasanya selalu seperti pertama kali terjadi. Ada harga sebuah nyawa. Si bapak ini telah mendapat gilirannya, telah disempurnakan rezekinya. Tinggal aku yang menunggu giliranku. 

Kalau di pikir, sungguh dunia ini benar benar selesai sekejapan mata. Padahal ada hal yang lebih menghawatirkan, yaitu hari akhirat. Sudah kah kita mempersiapkannya?

Semoga kita termasuk yang selalu berbenah dalam amal. Semoga Allah memberikan kita taufiq untuk menyibukkan diri kita dengan perkara aakhirat. Semoga husnul khotimah pak.


Sabtu, 23 Januari 2021

Engkau Punya Allah

 Malam ini aku kembali diingatkan untuk bersyukur pada Allah subhanahu wa ta'ala. Bahwasanya pertolongan Allah itu sangat dekat, bahkan lebih dekat dari urat nadi kita. 

Tetumbenan aku selesai shift siang jam 21.00 sudah selesai, tidak ada operan pasien, jaga aman dan berkah insyaallah. Seolah aku sendiri melupakan bahwa saat berangkat tadi ban motorku terasa agak kempes. "Ah palingan cuma kempes kayak kemarin. Nggak apa-apa lah." Begitu pikirku. 

Saat aku akan pulang, bapak parkir yang biasa bantu ngurusin parkirku yang asal-asalan mendekatiku, "Bu Dokter, itu ban nya kempes lagi. Padahal kemarin baru kempes ya, ganti ban dalam aja, Bu. Atau ganti tubless sekalian" nasihat beliau. 

"Nggih, Pak, memang tadi saat berangkat rasanya agak oleng ban nya. Tapi sudah malam nih, Pak. Bismillah aja, nanti bisa di isi angin dulu, besok baru di tambal." Jawabku. 

Sebenarnya aku sendiri juga sangsi sih. Pasalnya memang udah kerasa kempes sekali. Ya, walau pun dipakai masih lumayan enak. Akhirnya aku berpamitan pada bapak parkir. 

Belum jauh dari rumah sakit, ya sekitaran 500 an meter, aku hanya berjalan pelan. Sampai akhirnya di jembatan aku mendapati jalan berlubang yang cukup lebar. Qadarullah, seketika ban motorku langsung kempes pes. Sampai terasa velg nya. 

"Wah kayak gini gak akan sampe ke Comal ini" batinku. 

Aku melipir ke parkiran bank Permata. Kubuka handphone, lalu kuhubungi orang-orang yang kira-kira bisa membantu. Aku hubungi teman perawat yang malam ini jaga, barangkali ada yang mau meminjamkan motornya untuk kubawa pulang, sepi. Tidak dibalas. Aku ingat Pak Bahar yang supel dan selalu membantu siapa saja. Qadarullah di telp tidak diangkat. Desperate. Aku coba jalan pelan. Aku ingat ada tambal ban di dekat pom bensin setelah stasiun. Qadarullah tutup. 

Oke, jalan terakhir. Aku titipkan motor di rumah sakit, pulang naik gojek, sambil minta tolong bapak parkir besok untuk mencarikan tambal ban. 

Sembari terus berikhtiar, mulutku tak henti merapalkan dzikir-dzikir pada Allah. Untuk apa? Untuk ditolong Allah tentu saja, selain itu agar hatiku tenang, tidak panik atau justru gambreng di jalan. Hehehe. 

Sebenarnya memang rasanya ingin menangis. Takut. Karena aku perempuan, posisi sudah larut, rumah jauh, dan tidak ada yang dimintai tolong. 

Namun, ternyata pertolongan Allah sungguh dekat. Saat aku putar balik menuju rumah sakit, di kiri jalan qadarullah wa Alhamdulillah, ada tambal ban yang buka!

"Pak bisa nambal ban?" Tanya saya pada bapak-bapak di sekitar situ. 

"Yang punya lagi pulang mbak. Ditunggu saja."

Oke. 

10 menit.

20 menit.

30 menit.

Sampai hampir 40 menit. Rasa kuatir mulai kembali. Apalagi saat itu baterai HP tinggal 20%. "Duh ini kalau ada yang iseng tiba-tiba ngerebut hp atau kunci motor gimana nih?"

Aku coba telpon pak Bahar lagi. Setidaknya untuk menemani saja, daripada sendirian takut. 

Tapi qadarullah ternyata HP tidak aktif. 

Oke. Exhale, inhale. 

Kali ini aku tidak mau salah fokus. Aku hanya pasrah sama Allah. Setidaknya ada tukang tambal ban yang buka aja sudah alhamdulillah. Ada secercah harapan kan. Aku yakin Allah pasti akan menolong kok. 

Dan tetiba si bapak datang dengan sepeda ontelnya. 

"Nunggu lama mbak?"

"Oh, ndak pak. Baru saja kok" jawab saya. Hihi tidak enak bilang kalau sudah lama, mungkin kan si bapak juga mau makan dulu mandi dulu, dll. 

Singkat cerita, akhirnya ban dalamku diganti yang baru. Kondisinya memang sudah tidak bagus. Namun ada hal yang membuatku salut sama si bapak saat aku tanya kok masih buka jam segini disaat yang lain sudah tutup?

"Iya mbak, musim hujan, banyak lubang, banyak yang kebocoran. Saya kasihan, kalau malam tidak ada yang buka, jadi saya memilih untuk buka saja. Agar dapat membantu orang lain. Sekalian kan buat cari nafkah"

Masyaallah, masyaallah. 

Kalau bukan Allah yang menggerakkan hati si bapak, mungkin detik itu aku masih gatau nasibnya. Kalau bukan Allah yang membuatku berpikir menitipkan motor di rumah sakit, mungkin saat itu justru aku sedang tertatih berjalan sangat pelan dengan kecepatan hanya maksimal 20 kilo perjam tanpa tau akan berakhir di tambal ban yang mana. 

Ada banyak orang baik di sekitar kita. Namun, sayangnya kita baru bisa merasakan saat hal itu terjadi di saat kita kehilangan. Dan ironisnya, kita baru merasakan baiknya Allah justru disaat kita sedang terhimpit. Seharusnya kamu malu, Vi! 

Iya aku malu, karena aku baru benar-benar berdoa saat benar-benar butuh. Padahal Allah sangat suka pada hamba-Nya yang berdoa. Alhamdulillahilladzi bini'matihi tathimus shaalihat. 

Take home message nya adalah, di mana pun kita berada, sesulit apa pun keadaan kita, mintalah pertolongan Allah. Kuatir boleh tapi percayalah hanya Allah yang mampu menjadikan yang menurut kita mustahil menjadi suatu hal yang mungkin terjadi. 

Hasbunallah wa ni'mal wakiil.. ni'mal mawla wa ni'man nashir

Barakallahu fiikunna. 

Rabu, 20 Januari 2021

Langkah 10000 selalu Dimulai dari Langkah Pertama

Bismillah.

Setelah 6 tahun personal blog ini dianggurkan. InsyaAllah akan merutinkan kembali menulis di blog. 

Ada sebuah pepatah, langkah pertama tidak selalu indah. Ada banyak orang yang memulai langkah pertamanya dengan hasil karya yang "kurang baik". Jika Anda memiliki ilustrtor favorit, maka lihat lah portofolio gambarnya. Anda akan menemukan hasil yang pastinya sangat berbeda dengan hasil karyanya sekarang ini. Jika Anda memiliki penulis buku favorit, maka tengok lah sosial medianya, tempat di mana dia menjadikan tulisan-tulisannya sebagai rumah, maka Anda akan mendapati bahwasanya apa yang dia tulis mungkin lebih jelek dari apa yang Anda tulis sekarang ini.

Ya, begitu lah langkah pertama. Kaidahnya, bukan karya yang terbaik, namun karya yang lebih baik dari yang sebelumnya. Bukan sebagus apa karya kita sekarang, tapi sebagai mana kita berusaha menjadikan karya kita lebih baik dari sebelumnya. 

Kuncinya adalah di konsistensi dan komitmen. 

Kita memiliki komitmen yang kuat terhadap diri kita sendiri untuk bisa achieve di hal yang kita targetkan, dan kita konsisten dalam mencapainya. Dalam bukunya, Malcom Gladwell betkata bahwa kita bisa menjadi master dalam suatu bidang jika kita bisa menekuni bidang tersebut selama 10000 jam. Lihat, konsistensi yang dipatok Gladwell, 10.000 setara dengan 417 hari yang mana kita tidak tidur, tidak makan dan tidak melakukan hal-hal yang manusia lakukan. Jika kita hanya mampu melakukannya selama 8 jam sehari, maka Anda membutuhkan 3 tahun 4 bulan lamanya dengan pekerjaa  tersebut tanpa berlibur. Jika sehari hanya 1-2 jam? Anda bisa menghitungnya sendiri. 

Poinnya adalah, ternyata untuk menjadi seorang ahli, ada ketekunan yang harus diusahakan, ada waktu luang yang harus dikorbankan, ada ego untuk bermain sosmed yang harus dipangkas. Memang pahit bukan perjalanannya? Tapi akan manis pada saatnya. 

Untuk itu lah, mumpung mood masih bagus di awal tahun ini, mencoba untuk produktif, memulai langkah pertama dari 10000 langkah yang ditargetkan. Aku tidak perlu menjadi yang terbaik dari semuanya, tapi aku hanya perlu menjadi yang lebih baik dari aku sebelumnya. 

Tips Membuat Infografis dengan Canva

Hallo teman-teman… Apa kabarnya nih? Semoga sehat selalu ya… nah, teman-teman di sini adakah yang suka mendesain? Jaman now , desain itu tid...